Senin, 17 November 2008

Economic challenges for Indonesian economy

Sobat, pasti sering mendengar berita di media massa bahwa Indonesia dan sebagian besar negara di dunia sedang menghadapi krisis finansial. Banyak pula artikel yang membahas mengenai krisis ini dari sisi yang berbeda-beda. Apakah Indonesia terkena dampaknya?? Pasti, karena Indonesia telah terintegrasi dengan pasar dunia yang notabene cenderung kapitalis. Namun, terlepas dari permasalahan global, masalah apa yang dihadapi oleh Indonesia?


Sobat, pasti sering mendengar berita di media massa bahwa Indonesia dan sebagian besar negara di dunia sedang menghadapi krisis finansial. Banyak pula artikel yang membahas mengenai krisis ini dari sisi yang berbeda-beda. Apakah Indonesia terkena dampaknya?? Pasti, karena Indonesia telah terintegrasi dengan pasar dunia yang notabene cenderung kapitalis. Namun, terlepas dari permasalahan global, masalah apa yang dihadapi oleh Indonesia?

Setidaknya ada dua permasalahan utama yang dihadapi oleh Indonesia, dalam hal ini otoritas moneter dan otoritas pasar modal. Pertama, transaksi saham yang tidak nyata. Transaksi ini dilakukan dengan menjaminkan saham yang telah dimiliki kepada pihak lain. Hasil penjaminan (uang) selanjutnya dibelikan saham yang sama dengan harga yg lebih tinggi. Saham yang diperoleh pun kemudian dijaminkan lagi untuk mendapatkan dana segar kembali. Dengan mekanisme yang berulang seperti itu, harga saham tersebut tentu saja akan meningkat secara drastis. Nah, ketika terjadi krisis finansial di sejumlah negara dengan episentrumnya (pusatnya) di Amerika, penurunan atas harga saham seperti yang saya ceritakan tadi pasti akan sangat tinggi. Coba sobat bayangkan, ketika pihak yang melakukan repo (repurchase agreement) melakukan pembelian tapi tidak ada yang menjual barang karena pihak lain memilih untuk menjualnya di harga yang lebih rendah, di sisi lain, pemilik saham sebenarnya yang memberikan pinjaman meminta agar saham yang menjadi jaminan dilunasi. Akibatnya...yah seperti sekarang..harga saham tersebut jatuh dalam..sangat dalam dan menyeret indeks harga saham gabungan ke level terendah selama 2 tahun terakhir.

Permasalahan kedua adalah permasalahan Bank Indover yang dilikuidasi oleh Bank sentral Belanda. Kebijakan ini sebenarnya memiliki potensi permasalahan lain. Sekarang coba sobat bayangkan, ketika sobat memiliki piutang kepada indover yang notabene dimiliki oleh BI (Indonesia), tentu saja sobat merasakan keamanan atas piutang yang dimiliki donk. Tetapi ternyata, ketika indover bangkrut, duit sobat ga balik. Sebagai investor, sobat pasti ga akan percaya lagi terhadap Indonesia dan (karena pemberi pinjaman kepada Indover juga banyak) hal ini akan menurunkan credit rating Indonesia. Acuannya apa? Pertama, bisa dilihat dari premi Credit Default Swap Indonesia yang saat ini tercatat mencapai 15%, harga SUN denominasi dollar maupun rupiah serta rating Indonesia sendiri.

Ok, itu dari sisi dalam negeri. Terlepas dari itu semua, Indonesia masih harus menghadapi krisis global yang dipicu US. Kalau saya boleh mengutip, total kerugian yang terjadi di US saat ini mencapai US$600 M, sedangkan IMF memprediksi total kerugian bisa mencapai US$1,4Trilliun. Artinya apa? Kalau mengacu pada prediksi IMF, maka krisis masih sangat jauh dari kata “Selesai”. Artinya, perekonomian global pun masih akan megap-megap. Artinya buat Indonesia adalah
1. penurunan nilai ekspor yang mengakibatkan penurunan pendapatan masyarakan (terutama yg bergantung pada sektor tersebut) dan akhirnya menurunkan daya beli.
2. capital outflow karena dana asing yang terdapat di Indonesia mungkin banget ditarik keluar untuk membiayai krisis likuiditas di perbankan US. Pertanyaannya dana asing diparkir dimana ¿ saham, obligasi dan produk keuangan di Indonesia adalah tempat parkir yang enak bagi mereka. Kalau terjadi capital outflow besar2an, maka akan terjadi delevaraging atau penurunan atas produk-produk tersebut.

Lantas apa yang akan terjadi?? Depresi ekonomi menjadi salah satu ancaman bagi Indonesia. Tetapi hal ini mungkin juga tidak akan terjadi apabila sektor riil Indonesia yang terintegrasi dengan perekonomian global lebih mendominasi di Indonesia.

Sobat, apakah Indonesia akan masuk ke dalam depresi?? Saya sendiri tidak bisa menjawab karena tidak ada data akurat :p hehe...tapi saya ada optimisme seperti ini:
1. Kebijakan nilai tukar yang selama bulan Oktober dilakukan oleh BI, cenderung berusaha untuk menahan laju capital outflow dengan menaikan BI rate dan menjamin deposito.
2. untuk meningkatkan produksi, pemerintah mengupayakan program PNPM yang sering diiklankan di media televisi, sedangkan BI melonggarkan GWM perbankan.
3. Pemilu 2009 sudah dekat. Artinya, belanja besar-besaran partai politik setiap lima tahun akan terjadi. Artinya lagi, terjadi shifting dari ekonomi yang ditopang sektor eksportir menjadi ekonomi yang lebih didominasi oleh domestik. Sekedar sobat ingat saja, parpol pasti melakukan pembelajaan atribut parpol hingga melakukan program tertentu yang menguntungkan masyarakat. Yah...dimanfaatkan saja to?!
4. Penurunan harga BBM bersubsidi yang efektif per Desember 2008 termasuk ke BBM Produksi. Tentu saja akan menurunkan biaya produksi.

Tetapi tentu saja, hal ini masih memerlukan kebijakan lain dari pemerintah dan BI sebagai otoritas fiskal dan moneter di Indonesia. Kapan krisis ini berakhir?? Wallahualam. Karena hal ini sangat tergantung pula oleh krisis global. Tapi setidaknya hingga 2009, Indonesia tidak akan dengan mudah masuk ke dalam depresi ekonomi.


0 Comments: